Minggu, 06 Mei 2012

UJI salep FTS steril


SM Sulfasetamid Natricum laporan 1
BAB I
PENDAHULUAN

Obat mata merupakan tetes mata, salep mata, pencuci mata, dan beberapa bentuk pemakaian khusus serta inserte sebagai bentuk depo yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka.Obat mata digunakan sebagai efek diagnostik dan terapetik lokal.Bahan obat yang yang khas dipakai adalah pelebar pupil serta bahan dengan kerja penyempit pupil.Untuk mengobati infeksi, kita menggunakan antibiotik.Kemudian, untuk mengobati rasa nyeri kita menggunakan anestetik lokal dan akhirnya pula memerlukan bahan antiplogistik.

I.1 Pengertian Obat Salep Mata
Obat salep mata merupakan sediaan semi solid steril yang mempunyai penampilan homogen dan ditujukan untuk pengobatan konjungtiva.Salep mata dapat mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai.Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin dan paraffin liquid serta dapat mengandung bahan pembantu yang cocok seperti antioksidan, zat penstabil, dan pengawet.
Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostic, dan mengandung obat seperti antimikroba (antibakteri dan antivirus), kortikosteroid, antiinflamasi nonsteroid (NSAID’S) dan midriatik.Salep mata harus steril dan praktis harus bebas dari kontaminasi partikel dan harus diperhatikan untuk memelihara stabilitas sediaan sediaan selama waktunya dan sterilitas selama pemakaian.(Aulton, Pharmaceutical Practice, hal 267).
Sediaan salep yang ideal adalah :
Ø Sediaan yang sedimikian sehingga dapat siperoleh efek terapi yang diinginan dan sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.
Ø Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitive.

I.2 Kelebihan Dan Kekurangan Obat Salep Mata
Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar dari pada sediaan larutan dalam air yang yang ekuivalen.Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi.Salep mata selain dapat memberikan keuntungan waktu kontak yang lebih lama dan bioavailabilitas obat yang lebih besar dengan onset juga memiliki waktu puncak absorbsi yang lebih lama.Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea dan iris. Kerugian dari salep mata adalah dapat mengganggu penglihatan, kecuali jika digunakan saat akan tidur.
Salep mata disiapkan dengan 2 metode, yaitu :
1. Zat aktif yang larut dalam air dan membentuk larutan yang stabil, maka zat aktif dilarutkan dengan air untuk injeksi dalam jumlah minimum. Larutan tersebut diinkorporasikan pada basis cair dan campuran diaduk hingga dingin.
2. Zat aktif yang tidak larut dalam air, maka zat aktif dihaluskan bersama dengan sejumlah basis. Campuran diencerkan dengan basis yang tersisa.

I.3 Persyaratan Sediaan Tetes Mata
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sediaan berupa salep mata :
1. Salep mata dibuat dari bahan yang disterilkan dibawah kondisi yang bernar- benar aseptik dan memenuhi persyaratan dari tes sterilisasi resmi.
2. Sterilisasi terminal dari salep akhir dalam tube disempurnakan dengan menggunakan dosis yang sesuai dengan radiasi gamma.
Sterilitas merupakan syarat yang paling penting, tidak layak membuat sediaan larutan mata yang mengandung banyak mikroorganisme yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa.Infeksi mata dari organisme ini dapat menyebabkan kebutaan, bahaya yang paling utama adalah memasukkan produk nonsteril kemata saat kornea digososk.Bahan partikulat yang dapat mengiritasi mata menghasilkan ketidaknyamanan pada pasien.Jika suatu anggapan batasan mekanisme pertahanan mata menjelaskan dengan sendirinya bahwa sediaan mata harus steril.
Air mata tidak seperti darah tidak mengandung antibodi atau mekanisme untuk memproduksinya. Mekanisme utama untuk pertahanan melawan infeksi mata adalah aksi sederhana pencucian dengan air mata dan suatu enzim yang ditemukan dalam air mata (lizosim) yang mempunyai kemampuan menghidrolisa selubung polisakarida dari beberapa mikroorganisme, satu dari mikroorganisme yang tidak dipengaruhi oleh lizosim yakni yang paling mampu menyebabkan kerusakan mata yaitu Pseudomonas aeruginosa (Bacilllus pyocyamis). Infeksi serius yang disebabkan mikroorganisme ini ditunjukka dengan suatu pengujian literatur klinis yang penuh dengan istilah-istilah seperti enukleasi mata dan transplantasi kornea.Penting untuk dicatat bahwa ini bukan mikroorganisme yang jarang, namun juga ditemukan disaluran intestinal, dikulit normal manusia dan dapat menjadi kontaminan yang ada diudara.
3. Salep mata harus mengandung bahan yang sesuai atau campuran bahan untuk mencegah pertumbuhan atau menghancurkan mikroorganisme yang berbahaya ketika wadah terbuka selama penggunaan. Bahan antimikroba yang biasa digunakan adalah klorbutanol, paraben atau merkuri organik.
4. Salep akhir harus bebas dari partikel besar.
5. Basis yang digunakan tidak mengiritasi mata, membiarkan difusi obat melalui pencucian sekresi mata dan mempertahankan aktivitas obat pada jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang sesuai.

I.4 Karakteristik Sediaan Obat Salep Mata
Karakteristik Sediaan Obat Salep Mata sebagai berikut :
1. Kejernihan
Larutan mata adalah dengan definisi bebas dari partikel asing dan jernih secara normal diperoleh dengan filtrasi. Tentunya, pentingnya peralatan filtrasi agar jernih dan tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain peralatan untuk menghilangkannya.Pengerjaan penampilan untuk larutan dalam lingkungan yang bersih, penggunaan LAF dan harus tidak tertumpah memberikan kebersihan untuk penyiapan larutan jernih bebas dari partikel asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan sterilisasi dilakukan dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup. Keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril dan tak tertumpahkan.Wadah atau tutup tidak membawa partikel dalam larutan selama kontak lama dalam penyimpanan.Normalnya dilakukan tes sterilisasi
2.Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan seperti produk mata tergantung sifat kimia bahan obat, pH produk, metode penyiapan (khususnya penggunaan suhu), zat tambahan larutanb dan tipe pengemasan
3. Buffer dan pH
Idealnya, sediaan mata sebaiknya diformulasi pada pH yang ekuivalen dengan cairan air mata yaitu 7,4. dan prkteknya jarang dicapai. Mayoritas bahan aktif dalam optalmology adalah garam basa lemah dan paling stabil pada pH asam.Ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi kortikosteroid tidak larut.Suspensi biasanya paling stabil pada pH asam
pH optimum umumnya menginginkan kompromi pada formulator.pH diseleksi jadi optimum untuk stabil. Sistem dapar diseleksi agar mempunyai kapasitas adekuat untuk memperoleh pH dengan range stabilitas untuk durasi umur produk. Kapasitas buffer adalah kunci utama situasi ini
4. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan berair. Larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketikamagnitude sifat koligatif larutan adfalah sama. Larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9 % larutan NaCl
Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas dari suatu waktu yang diusulkan. Mata biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range 0,5 % – 1,8 % NaCl intraokuler. Namun demikian ini tidak dibutuhkan ketika stabilitas produk dipertimbangkan
5.Viskositas
USP mengizinkan penggunaan peningkat viskositas untuk memperpanjang waktu kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya.Bahan-bahan seperti metil selulose, polivinil alkohol dan hidroksil metil selulose ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas
Investigator telah mempelajari efek peningkatan viskositas pada waktu kontak dalam mata.Umumnya viskositas meningkat dari 25 – 50 cps range signifikan meningkatkan lama kontak dalam mata
6.Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata dibolehkan, namun pemilihannya dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya natrium bisulfit atau metasulfit, digunakan dalam konsentrasi sampai 0,3 %, khususnya dalam larutan yang mengandung garam epinefrin. Antioksidan lain seperti asam askobat atau asetilsistein dapat digunakan. Antioksidan ini berefek sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi epinefrin
Penggunaan surfaktan dalam sediaan mata dibatasi hal yang sama. Surfaktan nonionik, keluar toksis kecil seperti bahan campuran digunakan dalam konsentrasi rendahkhususnya suspensi steroid dan berhubungan dengan kejernihan larutan.Surfaktan jarang digunakan sebagai kosolven untuk meningkatkan kelarutan
Penggunaan surfaktan, khususnya beberapa konsentrasi signifikan, sebaiknya dengan karakteristik bahan-bahan.Surfaktan nonionik, khususnya dapat bereaksi dengan adsorpsi dengan komponen pengawet antimikroba dan inaktif sistem pengawet. Benzalkonium klorida dalam range 0,01 – 0,02 % dengan toksisitas faktor pembatas konsentrasi, sebagai pengawet digunakan dalam jumlah besar larutan dengan suspensi sediaan mata.
Perhatian khusus untuk salep mata adalah :
1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptic yang ketat serta memenuhi syarat uju sterilisasi.
2. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara biasa maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilisasi dengan pembuatan secara aseptic. Salep mata harus memenuhi uji sterilisasi. Sterilisasi akhir salep mata dalam tubebiasanya dilakukan dengan radiasi sinar gamma (γ) .Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dnegan melakukan pembuatan uji dibawah aliran udara laminar.
3. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada saat penggunaan kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. Zat mikroba yang dapat digunakan adalah :
• Klorbutanol
• Paraben
• Senyawa Hg organic OTT dengan halide
4. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus.
5. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pad auji salep mata. Salep mata tidak boleh mengandung partikel yang dapat mengiritasi mata.Dalam pembuatan diusahakan untuk meminimalkan kontaminasi dari partikel asing, seperti pecahan partikel logam dari peralatan yang digunakan untuk membuat sediaan.Dan juga perlu dilakukan pengurangan ukuran partikel sehingga tidak dapat dirasakan kekasaran pada uji homogenitas.
6. Wadah salep harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan. Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama.
7. Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu dalam kondisi penyimpanan yang sesuai.







BAB II
PRAFORMULASI

II.1 Data Zat aktif
Nama : Sulfacetamidu Natricum
Rumus molekul : C8H9N2NaO3S.H2O
Berat molekul : 254,24
Organoleptis
Bentuk : Hablur atau serbuk hablur renik
Warna : Putih atau putih kekuningan
Bau : Tidak barbau
Rasa : Pahit
Kelarutan
Dalam air : Larut dalam 1,5 bagian
Dalam etanol 95% : Agak sukar larut
Dalam aseton : Agak sukar larut
Dosis lazim : 5 kali sehari dioleskan
pH : 8,0-9,5
Kestabilan
Jenis sterilisasi : Teknik aseptis dan sterilisasi akhir
Khasiat : Infeksi atau luka pada mata, konjungtiva akut, penunjang terapi trakoma, ulkus kornea, infeksi kelopak mata, mencegah infeksi sekunder akibat luka oleh benda asing
Efek samping : Reaksi alergi, super infeksi

II.2 Zat Tambahan
Ø Glycerin
Nama lain : colerol, E422, glycerine, trihydroxypropane glycerol.
Rumus molekul : C3H8O3
Berat molekul : 92,09
Pemerian : Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tiak berbau, manis diikuti rasa hangat, higroskopik. Jika disimpan beberapa lama dalam suhu raendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20o
CAS number : propane-1,2,3-triol [56-81-85]
Aplikasi dalam formulasi
Kegunaan Konsentrasi (%)
Antimikroba > 20
Emollien Hingga 30
Humektan Hingga 30
Ophtalamic formulation 0,5 – 3,0
Plasticizer pada tablet salut Variable
Solven pada fulmulasi parenteral Hingga 50
Pemanis pada eliksir Hingga 20
Inkompatibilitas : dapat meledak jika dikombinasikan dengan agen pengoksidasi kuat, seperti kromium trioksida atau potasium permanganat.
Ø Vaselin Flavum
§ Sinonim : Petrolatum, Yellow soft paraffin
§ Sifat organoleptis
Bentuk : massa lunak, lengket
Warna : kuning muda sampai kuning
Bau : tidak berbau
Rasa : tidak berasa
§ Kelarutan
Praktis tidak larut dalam aseton, etanol, etanol (95%) panas atau dingin, gliserin dan air, larut dalam benzen, karbon disulfida, kloroform, eter, heksan dan minyak yang mudah menguap
Dalam air : Praktis tidak larut
Dalam aseton : Praktis tidak larut
Dalam etanol : Praktis tidak larut
Dalam etanol (95%) panas : Praktis tidak larut
Dalam etanol (95%) dingin : Praktis tidak larut
Dalam gliserin : Praktis tidak larut
Dalam benzene : Larut
Dalam karbon disulfide : Larut
Dalam klorofom : Larut
Dalam eter : Larut
Dalam heksan : Larut
Dalam minyak yang mudah menguap : Larut
§ OTT : -
§ Stabilitas : Petrolatum bias disterilkan dengan panas kering, walaupun bias juga disterilkan dengan gamma iradiasi. Petrolatum disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, disimpan ditempat yang sejuk.
§ Fungsi : Basis salep
Ø Paraffin Liquid
§ Sinonim : Gas (mineral hydrocarbon); avatech; citation; heavy liquid petrolatum; heavy mineral oil; liquid petrolatum; paraffin white mineral oil.
§ Nama kimia : mineral oil
§ CAS : [8012 – 95 - 1]
§ Kandungan zat aktif : merupakan campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral.
§ Sifat Organoleptis
Bentuk : cairan kental
Warna : tidak berwarna
Bau : hampir tidak berbau
Rasa : hampir tidak mempunyai rasa
§ Kelarutan
Dalam air : Praktis tidak larut
Dalam etanol (95%) : Praktis tidak larut
Dalam kloroform : Larut
Dalam etetr : Larut
§ OTT : Dengan kelompok oksidasi kuat.
§ Fungsi : Pelarut

II.3 Formula Standar Dari Fornas
R/ Sulfasetaidum Natricum 25 mg
Oculentum Simplex hingga 1 gram

II.4 Tak Tersatukan Zat Aktif (OTT)
Benzalkonium klorida

II.5 Usul Penyempurnaan Sediaan
Basis salep menggunakan bahan yang mudah dicuci (menggunakan glycerin)

II.6 Alat Dan Cara Sterilisasi
Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
Spatel logam 2 buah Oven 1700 C
Kaca Arloji 3 buah Oven 1700 C
Pinset 2 buah Oven 1700 C
Pipet tetes tanpa karet 1 buah Autoklaf 115-1160 C
Batang Pengaduk gelas 1 buah Oven 1700 C
Kertas saring 2 buah Autoklaf 115-1160 C
Pot plastik 1 buah Autoklaf 115-116° C
Lumping dan alu 1 buah Oven 1700 C
Cawan penguap 3 buah Oven 1700 C

II.7 Formala Akhir
R/ Sulfasetamida Na 250 mg = 0,25 gram
Parafin Liquid 4%
Glicerin 1%
Vaselin Flavum ad 10 gram


II.8 Perhitungan Bahan
Untuk basis 10 gram – 0,25 gram = 9,75 gram
• Parafin liquid 4% = 4/100 x 9,75 = 0,39 gram
• Glicerin 1% = 1/100 x 9,75 = 0,0975 gram

Basis yang dilebihkan 50% = (50/100 x 9,75) + 9,75 = 14,625 gram
Maka untuk :
• Paraffin liquid = 14,625/9,75 x 0,39 gram = 0,585 gram
• Glycerin = 14,625/9,75 x 0,0972 gram = 0,14625 gram
• Vaselin flavum = 14,625- (0,585+0,14625) = 13,8937 gram

II.9 Langkah Pembuatan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan untuk membuat basis salep dengan cara, bahan ditimbang dengan menggunakan cawan penguap yang dialasi kas steril, kemudian ditara, kemudian bahan basis ditimbng sesuai yang diinginkan dengan mentara setiap akan ditambahkan bahan lain kedalam cawan
3. Ditimbang vaselin flapum, kemudian ditara, masukan gliserin dengan cara meneteskan sedikit demi sedikit, begitu juga sama halnya menimbang paraffin liquid
4. Bahan yang telah ditimbang disterilkan di dalam oven 1500C selama 1 jam, sampai semua bahan terlarut
5. Setelah 1 jam basis salep diperas panas – panas denga cara menjepitkan kain/kasa dengan pinset steril
6. Digerus cepat di lumping sampai terbentuk basis salep yang homogen, kemudian ditimbang sejumlah basis yang diperlukan
7. Ditimbang zat aktif (jika tahan panas perlu disterilkan jika tidak tahan panas tidak uash)
8. Zat aktif digerus halus kemudian di masukan basis salep yang telah ditimbang ke dalam zat aktif
9. Sediaan salep mata yang telah jadi, kemudian dikemas ke dalam tube (karena ketersediaan alat terbatas maka salep dikemas di pot plastik)
10. Ujung tube ditekuk, kemudian diberi etiket dan dikemas dalam kotak disertai brosur

II. 10 Prosedur Tetap
PROSEDUR TETAP
PEMBUATAN SEDIAAN
Disusun oleh :
Nursitasari P
Nurul Farihah
Yayah Qomariah Diperiksa oleh :
Ibu Farida Sulistiawati MSi. Apt Dsetujui oleh :
Ibu Sabrina S.Si Apt
Tgl :
27 Mei 2009 Tgl :
27 Mei 2009 Tgl :
27 Mei 2009

Penanggung jawab Rencana produksi
Pembuatan Salep mata Sulfasetamid Na
Kegiatan produksi
Ø Sterilisasi wadah
Ø Penimbangan bahan
Ø Pencampuran
Ø Pelarutan/pembuatan basis
Ø Pengisian
Ø Pengemasan
Ø Evaluasi sediaan
Ø Penyerahan produk jadi

II.1. Sterilisasi wadah
1.Melakukan pensterilisasian wadah sesuai dengan aturan resmi
2.Pensterilisasian wadah dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai 1k no.01/ERT
II.2.Penimbangan bahan
1.Melakukan penimbangan bahan dan mencatat hasil penimbangan sesuai
2.Penimbangan bahan dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai 1k no.03/ERT
II.3.Pencampuran
1. Melakukan proses pencampuran bahan yang telah ditimbang dan hasilnya dicatat
2. Pencampuran bahan dilakukan oleh 1 orang dan disetujui oleh dosen pembimbing sesuai1k no. 04/ERT
II.4. Pelarutan
II.5. Pengisian
II.6. Pengemasan
1.Menyiapkan produk untuk dikemas dan mencatat kondisi pengemasan
II.7.Evaluasi sediaan
II.8 Penyerahan produk jadi
1.Menyiapkan produk jadi untuk diserahkan dan produk
2.Siap untuk dipasarkan

II.11 Evaluasi
1. Potensi/kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dll
2. pH
Adanya perubahan pH mengindikasikan telah terjadi penguraian obat atau terjadi interaksi obat dengan wadah
3. Warna
Perubahan warna umumnya terjadi pada sediaan parenteral yang disimpan pada suhu tinggi (> 40 oC).Suhu tinggi menyebabkan penguraian
4.Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung sulfur atau anti oksidan
5.Toksisitas
Lakukan uji LD 50 atau LD 0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan
6. Evaluasi wadah

Namun pada praktikum kali ini uji evaluasi yang hanya dilakukan adalah :
1. Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni putih.
2. Evaluasi sediaan
Homogenitas : zat aktif terlarut secara homegen dengan basisnya.
3. Evaluasi wadah
Seharusnya wadah yang digunakan berbentuk tube sehingga memudahkan dalam pemakaian, mengurangi kontaminasi bakteri, dan lain – lain. Namun karena keterbatasan alat maka digunakan pot plastic

II.12 Etiket


BAB III
PEMBAHASAN

Obat salep mata merupakan sediaan semi solid steril yang mempunyai penampilan homogen dan ditujukan untuk pengobatan konjungtiva.Salep mata dapat mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai.Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin dan paraffin liquid serta dapat mengandung bahan pembantu yang cocok seperti antioksidan, zat penstabil, dan pengawet.
Pada praktikum steril kali ini dibuat sediaan obat salep mata dengan zat aktif yang digunakan adalah Sulfacetamid Natrium.Sulfacetamid adalah senyawa golongan sulfonamida yang biasa digunakan untuk penggunaan topikal.Garam natrium dari sulfa ini tidak bersifat alkalis seperti garam natrium dari sulfa lainnya sehingga terutama digunakan untuk obat tetes mata (10%) dan salep mata (10%).
Sulfacetamid Natrium berfungsi sebagai antibakteri.Sulfacetamid Natrium digunakan secara topikal untuk infeksi mata. Kadar tinggi dalam larutan 30% tidak mengiritasi jaringan mata, karena pH-nya netral (7,4), dan bersifat bakterisid. Obat ini dapat menembus kedalam cairan dan jaringan mata mencapai kadar yang tinggi, sehingga sangat baik untuk konjungtivitas akut maupun kronik. Meskipun jarang menimbulkan reaksi sensitifitas, obat ini tidak boleh diberikan pada penderita yang yang hipersensitif terhadap sulfonamid.
Formulasi yang dibuat kelompok 2 shift 3 adalah formula yang dirancang sendiri oleh kelompok kami dengan menggunakan basis salep dengan dasar salep adalah yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep hidrokarbon. bahan-bahan yang digunakan sebagai basis salep terdiri dari Parafin Liquid, Vaselin Flavum dan gliserin. Parafin liquid dan vaaselin flavum merupakan dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai dasar salep berlemak, bebas air, dimana preparat berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja.Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut/penutup.Dasar salep ini digunakan sebagai emolien dan sifatnya sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama. Vaselin yang digunakan adalah vaselin flavum bukan vaselin álbum karena vaselin álbum dalam pemucatannya menggunakan asam sulfat, untuk mata dapat mengiritasi mata oleh kelebihan asam yang dikandung kalau tidak dinetralkan dulu dengan KOH atau basa lain. Sehingga untuk kepentingan dalam keamanan dipilihlah vaselin flavum sebagai basis salep mata.Persen konsentrasi yang digunakan untuk basiis salep pada parafin Liquid adalah 4%, dan untuk vaselin flavum digunakan sebanyak 9,623 gram.sedangkan Gliserin adalah Dasar salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air (sering disebut Krim) dan dinyatakan dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dengan air dari kulit dan pakaian. Beberapa bahan obat lebih efektif menggunakan dasar salep ini dibandingkan dasar salep yang lain. Keuntungan dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan jika terjadi pada kelainan dermatologis.persent konsentrasi untuk gliserin adalah 0,5 – 3 %. Persen yang digunakan untuk praktikum adalah 1%. Pada proses penimbangan semua basis salep ditambahkan 50%. Penamabahan ini dimaksudkan untuk melebihkan jumlah bahan karena dalam pembuatan basis salep dilakukan proses penyaringan. Sehingga untuk meminimalisir sisa-sisa bahan yang tersisa dalam penyaringan.
Salep mata disiapkan dengan 2 metode, yaitu :
1. Zat aktif yang larut dalam air dan membentuk larutan yang stabil, maka zat aktif dilarutkan dengan air untuk injeksi dalam jumlah minimum. Larutan tersebut diinkorporasikan pada basis cair dan campuran diaduk hingga dingin.
2. Zat aktif yang tidak larut dalam air, maka zat aktif dihaluskan bersama dengan sejumlah basis. Campuran diencerkan dengan basis yang tersisa.
Pada prakteknya, basis salep yang sudah ditimbang dicampurkan dalam cawan penguap kemudian dileburkan dalam oven untuk peleburan dan sterilisasi bahan dengan suhu 150¬¬0C.proses peleburan berjalan selama 1 jam tetapi dalam prakteknya proses peleburan tidak ditunggu sampai satu jam melainkan sampai semua bahan melebur sempurna, hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu yang tersedia untuk praktikum. Setelah proses peleburan selesai, bahan-bahan untuk basis kemudian langsung dibawa ke ruang white area untuk proses pembuatan basis. Basis dibuat dengan cara menggerus didalam lumpang yang sudah disterilkan, namun pada prakteknya lumpang tidak disterilkan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu dalam praktikum. Setelah basis salep terbentuk, basis kemudian ditimbang sebanyak 9,75 gram bersamaan dengan itu ditimbang zat aktif sebanyak 250 mg. kemudian zat aktif yang sudah ditimbang, digerus dalam lumpang yang sudah dialasi basis salep sedikit. Hal ini disebabkan karena untuk menutupi pori-pori dilumpang.gerus sampai halus lalu ditambahkan sedikit demisedikit basis salep yang sudah terbentuk.. basis ditumpahkan ke zat aktif karena jumlah zat aktif lebih sedikit dibandingkan basis sehingga hal ini dapat meminimalisir adanya zat aktif yang tertinggal.
Sediaan obat salep mata yang dibuat sebanyak 10 gram dengan kadar Sulfacetamid Natrium sebesar 250 mg. kemudian sediaan dimasukkan kedalam pot.
Proses sterilisasi untuk Sulfacetamid Natrium dapat dilakukan dengan tiga cara :
a. Pemanasan dengan autoklaf. Dilakukan sterilisasi dengan uap jenuh pada suhu 115o-116o selama 330 menit.
b. Pemanasan dengan bakterisid. Sediaan di larutkan atau disupensikan dengan API dengan tambahan bakterisid yang cocok, lalu diisikan dalam wadah tertutup kedap.Untuk volume < 30 ml, dipanasi pada suhu 98o-100o selama 30 menit.
c. Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril dan diisikan ke dalam wadah yang steril dan ditutup kedap menurut teknik aseptis.
Namun pada praktikum kali ini sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi awal atau sterilisasi secara aseptis. Namun untuk lebih memudahkan proses maka dilakukan sterilisasi aseptis. Semua alat-alat yang akan digunakan untuk praktikum dipanaskan pada oven dan autoklaf dengan suhu dan waktu masing-masing telah disesuaikan dari alat yang akan digunakan. Alat-alat yang disterilkan dengan menggunakan oven biasanya dipanaskan pada suhu 1700C, sedangkan untuk alat-alat yang disterilkan dengan menggunnakan autoklaf biasanya dipanaskan pada suhu 1150 C dengan lamanya waktu untuk mensterilkan dari masing-masing alat tersebut adalah 30 menit.
Penandaan sediaan obat salep mata Sufacetamid Natrium yang digunakan adalah label obat keras, karena Sufacetamid Natrium itu sendiri termasuk golongan obat keras.
Hasil evaluasi sediaan obat salep mata Sufacetamid Natrium sebagai berikut :
ü Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni putih.
ü Evaluasi salep
Homogenitas : zat aktif terlarut secara homegen dengan basisnyaEvaluasi wadah





















BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil percobaan pembuatan sediaan obat salep mata Sulfacetamid Natrium dengan menggunakan basis salep paraffin liquid, vaselin flavum dan gliserin dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pembuatan sediaan obat salep mata Sulfacetamid Natrium menggunakan :
Zat aktif : Sulfacetamid Natrium
Basis Salep : a. Dasar salep hidrokarbon : Parafin Liquid dan Vaselin Flavum
b. Dasar salep dapat dicuci air : Gliserin
2. Syarat yang harus diperhatikan dalam pembuataan sediaan obat salep mata adalah :
1. Salep mata dibuat dari bahan yang disterilkan dibawah kondisi yang bernar- benar aseptik dan memenuhi persyaratan dari tes sterilisasi resmi.
2. Sterilisasi terminal dari salep akhir dalam tube disempurnakan dengan menggunakan dosis yang sesuai dengan radiasi gamma.
3. Salep mata harus mengandung bahan yang sesuai atau campuran bahan untuk mencegah pertumbuhan atau menghancurkan mikroorganisme yang berbahaya ketika wadah terbuka selama penggunaan.
4. Salep akhir harus bebas dari partikel besar.
5. Basis yang digunakan tidak mengiritasi mata, membiarkan difusi obat melalui pencucian sekresi mata dan mempertahankan aktivitas obat pada jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang sesuai.
3. Hasil evaluasi sediaan obat salep mata Sufacetamid Natrium sebagai berikut :
ü Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Warna masih menunjukkan warna seperti semula yakni putih.
ü Evaluasi salep
Homogenitas : zat aktif terlarut secara homegen dengan basisnyaEvaluasi wadah

DAFTAR PUSTAKA

American Pharmaceutical Association. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition. London : The Pharmaceutical Press.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi ketiga. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Sulistiawati, Farida M.Si, Apt. dan Suryani, Nelly M.Si, Apt. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Sedian Steril. Jakarta.
The Pharmaceutical Society of Great Britain.1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.
Tjay, Tan Hoan, Drs, dkk. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo.

Hipertensi


Usia Lanjut adalah usia yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit, terutama sekali penyakit yang berhubungan dengan pernapasan. Pada umumnya yang mendasari penyakit disaat lanjut usia adalah akibat dari sisa penyakit yang pernah diderita diusia muda, penyakit karena akibat kebiasaan dimasa lalu (seperti: merokok, minum alkohol dan sebagainya) dan juga penyakit tertentu yang mudah sekali menyerang saat usia lanjut. Adalah 2 hal yang sering menyebabkan gangguan pernapasan pada usia lanjut yaitu penyakit jantung dan penyakit paru.
I. Penyakit Jantung di Usia Lanjut
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbesar di seluruh dunia terutama pada usia diatas 65 tahun dan kebanyakan terjadi di negara-negara berkembang. Sebagai dampak dari meningkatnya taraf hidup serta pesatnya perkembangan teknologi kedokteran adalah menurunnya angka kematian karena penyakit infeksi. Akibat dari menurunnya angka kematian tersebut, maka populasi golongan usia lanjut menjadi meningkat, dengan demikian akan terjadi peningkatan pula pada penderita penyakit jantung. Pada golongan lanjut usia penyakit jantung memang merupakan salah satu penyakit yang banyak sekali ditemui, dan bisa jadi yang terbanyak diderita.
A. Perubahan bentuk pada jantung.
Penambahan usia tidak akan menyebabkan otot jantung mengecil (atrofi) seperti halnya organ tubuh yang lain, akan tetapi justru terjadi peningkatan ukuran jaringan otot jantung (hipertrofi). Pada batasan usia antara 30 - 90 tahun masa jantung bertambah sekitar 1 gram/tahun pada laki-laki dan 1,5 gram/tahun pada wanita. Perubahan bentuk yang terjadi pada jantung dengan bertambahnya usia adalah :
a. Elastisitas dinding aorta (pembuluh arteri besar) akan mengalami penurunan, karena perubahan yang progresif pada fungsi jaringan elastik aorta.
b. Perubahan pada daun dan cincin katup aorta, seperti : berkurangnya jumlah inti sel jaringan ikat stroma katup, penumpukan lemak, degenerasi kolagen dan kalsifikasi jaringan fibrosa katup tersebut.
c. Bertambahnya ukuran katup jantung.
d. Bertambahnya lingkaran katup aorta.
e. Penebalan katup mitral dan aorta yang disebabkan degenerasi jaringan kolagen.
B. Perubahan fungsi pada jantung.
Dengan bertambahnya usia akan berpengaruh terhadap fungsi dari jantung, pada usia lanjut akan terjadi perubahan-perubahan fungsi pada jantung seperti :
a. Pengatur irama denyut jantung oleh simpul SA tidak teratur.
b. Denyut jantung maksimum pada latihan (exercise) menurun.
c. Isi 1 menit jantung (cardiac output) menurun rata-rata 1 % pertahun setelah usia pertengahan.
d. Daya cadang jantung menurun.
e. Fungsi sistolik berkurang.
C. Gejala dan tanda penyakit jantung di usia lanjut.
Nyeri pada daerah prekordial dan sesak napas seringkali dirasakan pada penderita penyakit jantung di usia lanjut. Rasa cepat lelah yang berlebihan seringkali ditemukan sebagai dampak dari sesak napas yang biasanya terjadi di tengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan, muntah-muntah dan nyeri pada perut karena pengaruh dari bendungan hepar atau keluhan insomnia.
Bising sistolik banyak dijumpai pada penderita lanjut usia, sekitar 60% dari jumlah penderita. Dalam penemuan lain juga dilaporkan bahwa bising sistolik tanpa keluhan ditemukan pada 26% penderita yang berusia 65 tahun keatas.
Pada jantung dapat dijumpai kekakuan pada arteria koroner, cincin katup mitral, katup aorta, miokardium dan perikardium. Kelainan-kelainan tersebut selalu merupakan keadaan yang abnormal.
D. Jenis Penyakit Jantung pada usia lanjut.
Penyakit jantung yang dijumpai pada orang-orang lanjut usia ada beberapa macam, yaitu :
1. Penyakit Jantung Koroner.
Akibat yang besar dari penyakit jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan makanan ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner berkurang. Penyakit jantung koroner lebih banyak menyerang pria daripada wanita, orang kulit putih dan separoh baya sampai dengan lanjut usia.
Penyebab dari penyakit jantung koroner ini adalah aterosklerosis, pada aterosklerosis terjadi plak lemak dan jaringan serat sehingga menyempitkan bagian dalam arteri jantung. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan, hipertensi, kegemukan, merokok, diabetes, stress, kurang olahraga dan kolesterol tinggi.
Gejala yang muncul pada penyakit jantung koroner ini adalah angina, yaitu ketidakcukupan aliran oksigen ke jantung. Perasaan sakit angina terjadi seperti: terbakar, tertekan, dan tekanan berat di dada kiri yang dapat meluas ke lengan kiri, leher, dagu dan bahu. Tanda yang khas saat penyerangan adalah timbulnya rasa mual, muntah, pusing, keringat dingin dan tungkai serta lengan menjadi dingin.
Mencegah adalah cara paling efektif dan sangat diperlukan sekali untuk menghindari penyakit jantung koroner, seperti: diet dengan mengurangi kalori, mengurangi konsumsi garam, lemak, kolesterol, sering berolahraga, dan kurangi merokok. Pencegahan lainnya adalah dengan kontrol tekanan darah, menurunkan trigliserida darah dan makan 2,5 gram aspirin setiap hari (untuk mencegah pembekuan darah).
b. Serangan Jantung.
Serangan jantung terjadi apabila salah satu arteri jantung tidak sanggup lagi mensuplai darah ke bagian otot jantung yang dialirinya. Apabila terjadi keterlambatan dalam pengobatan akan mengakibatkan kematian. Hampir separoh dari kematian mendadak karena serangan jantung terjadi sebelum pasein tiba di rumah sakit.
Penyebab dari serangan jantung ini adalah karena pembentukan arterisklerosis (pengerasan arteri jantung) yang berakibat pada penurunan aliran darah. Faktor resikonya meliputi: faktor keturunan, tekanan darah tinggi, merokok, kolesterol tinggi, diabetes, kegemukan, kurang olahraga, pemakaian obat-obatan (terutama kokain), umur dan stres.
Gejala utama serangan jantung ini adalah rasa sakit seperti menusuk-nusuk dan bersifat persisten pada dada kiri, menyebar ke lengan, rahang, leher, dan bahu sampai 12 jam lamanya atau bahkan lebih. Tanda lain adalah perasaan seperti bingung (bodoh), lelah, mual, muntah, sesak napas, dingin di lengan dan tungkai, keringat dingin, cemas dan gelisah.
c. Penyakit jantung hipertensi.
Kebanyakan dengan bertambahnya usia seseorang, maka tensi atau tekanan darahnya akan mengalami kenaikan. Berbagai penelitian telah dilakukan dan disimpulkan bahwa di Indonesia rata-rata hipertensi (kanaikan tekanan darah) berkisar 5 - 10% dan menjadi lebih dari 20% jika sudah memasuki usia 50 tahun keatas. Hipertensi sistolik pada mulanya dianggap suatu gangguan kecil, akan tetapi sekarang ini telah diakui sebagai pemegang peranan yang besar sebagai faktor resiko serangan jantung.
Pada usia lanjut tekanan darah cenderung mengalami labilitas dan mudah mengalami hipotensi (tekanan darah rendah). Untuk itu dianjurkan selalu mengukur tekanan darah pada waktu periksa maupun saat kontrol pengobatan. Apabila tidak dilakukan kontrol rutin terhadap tekanan darah, akan memperbesar terjadinya penyakit jantung hipertensi.
d. Penyakit Gagal Jantung.
Gagal jantung adalah ketidaksanggupan jantung memompa darah untuk kebutuhan tubuh. Kegagalan ini biasanya terjadi pada bilik kiri yang merupakan ruangan jantung yang bekerja paling besar. Akan tetapi kadang juga terjadi pada bilik kanan atau bahkan keduanya mengalami kegagalan dalam waktu yang bersamaan.
Penyebab dari timbulnya gagal jantung adalah:
i. Otot jantung abnormal, sehingga terjadi serangan jantung.
ii. Aliran darah terlalu sedikit yang mengalir ke jantung karena terjadinya pengerasan pembuluh darah.
iii. Gangguan mekanisme yang mengurangi pengisian darah didalam ventrikel (bilik).
iv. Kerusakan aliran darah yang mengganggu daya pompa jantung.
Gejala gagal jantung kiri mengakibatkan pernapasan memendek, kesulitan bernapas kecuali bila berdiri tegak lurus, bersin, batuk, kekurangan oksigen dibadan, kulit pucat atau kebiru-biruan, ritme jantung ireguler dan tekanan darah meningkat.
Gejala gagal jantung kanan mengakibatkan kaki bengkak, hati dan limpa membesar, pembekakan vena di leher, pembentukan cairan di lambung, perut busung, penurunan berat badan, ritme jantung ireguler, mual, muntah, nafsu makan berkurang, kelelahan, gelisah, dan bisa pingsan.
Untuk mencegah terjadinya gagal jantung, penderita dianjurkan: menghindari makanan yang mengandung garam, dan banyak memakan makanan yang mengandung kalium (pisang, aprikot dan jus jeruk).
Diposkan oleh saridipta di 22:54 0 komentar
Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan penyebab terbesar dari penyakit jantung. ''Bahkan, 75% penderita hipertensi akan berujung pada penyakit jantung dan baru tersadari pada lanjut usia, ketika jantung telah 'lelah' bekerja untuk memompa darah dengan tekanan yang berat,'' ujar dr Hisyam Attamimi, ahli jantung dan pembuluh darah pada RSU Kraton, Pekalongan, pada talk show Hidup Sehat ala Eksekutif yang diselenggarakan Laboratorium Klinik Cito di Hotel Istana, Sabtu lalu.

Kabag Pemasaran Laboratorium Klinik Cito Pusat Semarang, Dra Dyah Puspitawati menjelaskan, banyak eksekutif yang mengejar prestasi, tapi tak sedikit yang melupakan kesehatannya. Akibatnya, meski belum lama menduduki jabatan eksekutif, perutnya sudah membuncit. Mendadak terserang hipertensi dan penyakit lain yang tak disadari semasa sehat. Karena itu, Cito berkepentingan untuk memikirkan kesehatan masyarakat secara luas. Hadir sebagai konsultan Cito, Dr P Kusnanto Sp PD.

Menurut dr Hisyam Attamimi, diabetes mellitus/kencing manis, merusak hampir seluruh pembuluh darah tubuh, termasuk pembuluh darah koroner jantung dan merusak otot pompa jantung serta organ tubuh lainnya. ''Efek gangguan dari penyakit kencing manis ini dapat lebih mudah dimengerti dengan menggambarkan penyakit ini dengan simbol penyakit gula yaitu 'rayap','' ungkapnya.

Selain itu, kata Hisyam, perokok secara statistik 90% penderita jantung koroner, yaitu perokok berat. Diduga rokok merusak pembuluh darah yang ada dan akhirnya menyebabkan penyakit jantung. ''Perlu juga diketahui, rokok pun penyebab kanker paru terbesar pada pria,'' tambahnya.

Risiko ke Empat

Di bagian lain, menjawab pertanyaan peserta yang kebanyakan para eksekutif muda itu, dr Hisyam Attamimi menjelaskan, gangguan lemak atau hipercholesterol merupakan faktor risiko ke empat penyakit jantung. Hal ini disebabkan oleh makan yang berlebihan, dengan komposisi lemak yang tidak berimbang. ''Kelebihan kolesterol ini akan menyebabkan timbunan lemak pada pembuluh darah sehingga akan mengganggu jantung,'' paparnya.

Dr Hisyam mengatakan, pengobatan hipertensi yang mengarah ke penyakit jantung tergantung pada penyebab yang disebut tadi dan juga obat-obat yang membantu kerja jantung. Makan makanan yang rendah kadar garamnya, hidup santai dan cukup olahraga. Untuk diabetes, diet pantang gula dan makan dalam porsi cukup serta stop merokok, pantang makanan berlemak, periksa tekanan darah, kolesterol, HDL, LDL, trigliserida, serta gula darah secara teratur.(E1-34i )

Sumber:
http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/08/dar3.htm
Diposkan oleh saridipta di 22:33 0 komentar
Rabu, 23 Desember 2009
Secara umum diperkirakan hipertensi dijumpai dua kali lebih banyak pada populasi diabetes dibanding non diabetes. Hipertensi diketahui mempercepat dan memperberat penyulit-penyulit akibat diabetes seperti penyakit jantung koroner, stroke, nefropati diabetik, retinopati diabetik, dan penyakit kardiovaskular akibat diabetes, yang meningkat dua kali lipat bila disertai hipertensi (Bakri, dkk., 2004). Hipertensi merupakan faktor utama dari harapan hidup dan komplikasi pada pasien diabetes dan menentukan evaluasi dari nepropati
dan retinopati penderita diabetes khususnya. Pasien dengan diabetes tipe 1 biasanya normontensif dari adanya nepropati, tetapi tekanan darah meningkat di tahun pertama hingga kedua setelah serangan nepropati pertama. Jadi, hipertensi pada pasien dengan diabetes tipe 2 biasanya berasal dari parensimal ginjal (Saseen dan Carter, 2005a). Adapun salah satu penyebab terjadinya hipertensi adalah resistensi insulin/hiperinsulinemia. Kaitan hipertensi primer dengan resistensinsulin telah diketahui sejak beberapa tahun silam, terutama pada pasien gemuk. Insulin merupakan zat penekan karena meningkatkan kadar katekolamin dan reabsorpsi natrium (Gray, dkk., 2006). Hubungan antara hipertensi dan diabetes tipe 2 lebih kompleks dan tidak berkaitan dengan nepropati. Pada diabetes tipe 2, hipertensi seringkali bagian dari sindrom metabolik dari resistensi insulin. Hipertensi mungkin muncul selama beberapa tahun pada pasien ini sebelum diabetes mellitus muncul. Hiperinsulinemia memperbesar patogenesis hipertensi dengan menurunkan ekskresi sodium pada ginjal, aktivitas stimulasi dan tanggapan jaringan pada sistem saraf simpatetik, dan meningkatkan resistensi sekeliling vaskular melalui hipertropi vaskular. Penatalaksanaan yang giat dari hipertensi (<130/80 mmHg) mengurangi perkembangan komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular (Saseen dan Carter, 2005a).
Dalam United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), reduksi 5 mmHg dalam tekanan darah diastolik rata-rata menghasilkan reduksi komplikasi mikrovaskular sebesar 37%. Banyak pasien yang membutuhkan dua atau tiga pengobatan untuk mencapai target tekanan darah <130/80 mmHg. Reduksi tahanan dan latihan menurunkan resistensi insulin (hiperinsulinemia) dan akan mempengaruhi terhadap pengobatan dalam merendahkan tekanan darah. Diet retriksi sodium mengenai peningkatan total sodium tubuh yang terdapat dalam pasien ini untuk meningkatkan retensi sodium (Saseen dan Carter, 2005a).

Tatalaksana Terapi Pada Komplikasi Hipertensi Dengan Diabetes
Mellitus.

a. Terapi non farmakologi
Tujuan pengobatan hipertensi pada diabetes adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi sendiri serta akibat diabetesnya. Dalam penanganan hipertensi pada diabetes mellitus, diperlukan perhatian khusus oleh karena penyandang diabetes mellitus mempunyai problem khusus seperti nefropati, retinopati, gangguan serebrovasakular, obesitas, hiperinsulinemia, hipokalemia, hiperkalemia, impotensi, penyakit vaskular perifer, neuropati autonom, dan dislipidemia. Pengobatan non farmakologi berupa pengurangan asupan garam, penurunan berat badan untuk pasien gemuk, dan berolah raga (Bakri,  2004).
b. Terapi farmakologi
Penanggulangan farmakologi dilakukan secara individual dengan memperhatikan berbagai aspek pasien. Oleh karena penyandang diabetes mellitus mempunyai kelainan metabolik, hal ini harus diperhatikan dalam pemilihan obat. Obat antihipertensi yang ideal untuk penyandang diabetes mellitus sebaiknya memenuhi syarat- syarat yaitu :
1). Efektif menurunkan tekanan darah
2). Tidak mengganggu toleransi glukosa atau mengganggu respons terhadap hipo-hiperglikemia.
3). Tidak mempengaruhi fraksi lipid.
4). Tidak menyebabkan hipotensi postural, tidak mengurangi aliran darah tungkai,tidak meningkatkan risiko impotensi.
5). Bersifat kardio-protektif dan reno-protektif (Bakri, dkk., 2004).
Adapun obat yang digunakan untuk pasien hipertensi dengan
diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
(1) ACE Inhibitor.
ACE inhibitor sangat dianjurkan dalam mengendalikan diabetes. Obat ini merupakan pilihan pertama untuk penyakit hipertensi dengan kondisi diabetes. Rekomendasi ini berdasarkan fakta yang menunjukkan penurunan hipertensi yang berhubungan dengan komplikasi, termasuk penderita sakit jantung, peningkatan penyakit ginjal, dan stroke. Terapi ACE inhibitor mungkin merupakan bahan antihipertensif yang sangat penting bagi pasien diabetes (Saseen dan Carter, 2005a).
Beberapa studi mengatakan bahwa ACE inhibitor mungkin lebih efektif mengurangi risiko kardiovaskular dari anti hipertensi lain. Pada diabetes tipe 2 ACE inhibitor lebih baik dari CCBs, bagaimanapun satu dari penelitian UKPDS menemukan captropil sebanding dengan atenolol dalam mencegah kejadiaan kardiovaskular pada pasien diabetes tipe 2. ACE inhibitor mengurangi kematian dan kesakitan pada pasien dengan gagal ginjal dan mengurangi penyakit gagal ginjal kronik. Selain itu ACE inhibitor mengurangi aldosteron dan meningkatkan konsentrasi potasium (Saseen dan Carter, 2005b). ACE inhibitor amat berguna untuk nefropati diabetik, dimana dilatasi arteriol eferen memperlambat penurunan progresif fungsi ginjal dan dapat mengurangi proteinuria. Juga dapat memperbaiki sensivitas insulin dan tanpa efek pada lipid atau urat dalam serum (Gray, dkk., 2006). Keuntungan tersebut diduga terjadi karena perbaikan hemodinamika intrarenal, dengan penurunan tahanan arterioler eferen glomeruler dan hasil penurunan tekanan kapiler  intraglomeruler (Benowitz, 2002). Angiotensin-converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) merupakan Obat
yang mempunyai efek vasodilator yang membantu menurunkan tekanan darah dengan menghambat substansi dalam darah yang menyebabkan pembuluh darah akan mengerut (konstriksi). Beberapa studi baru-baru ini menyatakan bahwa golongan obat ini lebih baik dari pada lainnya untuk mencegah stroke, penyakit jantung dan penyakit ginjal pada pasien-pasien (terutama mereka yang diabetes) dengan faktor risiko untuk penyakit vaskular / pembuluh darah. Obat-obatan ini juga bermanfaat pada pasien dengan yang telah menderita penyakit jantung (Anonim, 2003).
Studi Heart Outcomes Prevention Evaluation (HOPE) telah menilai sekitar 9.000 pasien yang pada risiko tinggi untuk kardiovaskular atau mempunyai sakit diabetes selama 4 sampai 6 tahun. Mereka mengacak ramipril (hingga 10 mg tiap hari) atau placebo. Sangat menarik, pasien ini tidak perlu semua yang punya hipertensi (139/77 mmHg). Kebanyakan dari pasien berisiko tinggi ini mempunyai CAD (Coronary Artery Diease) (81%), hiperkolesterolemia (66%), MI (Myocardial Infarction) sebelumnya (53%), atau diabetes (38%, kebanyakan tipe 2). Titik akhir utama (komposit dari MI, stroke, atau kematian karena kardiovaskular) berkurang 32% dengan ramipril (P<0,001). Substudi HOPE menunjukkan bahwa pada 3.577 pasien diabetes, ramipril mengurangi kardiovaskular secara signifikan dan neuropati yang jelas. United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengelompokkan diabetes tipe 2 dalam beberapa pemeriksaan klinis. Sama dengan penemuan dari pemeriksaan yang lain, komplikasi berkurang dengan kadar tekanan darah yang lebih rendah. Keuntungan tambahan dari ACE inhibitor pada diabetes adalah ACE inhibitor tidak mempunyai efek biokimia yang merugikan pada regulasi glukosa seperti agen yang lainnya. Selain itu, bukti menunjukkan bahwa ACE inhibitor lebih baik jika dibandingkan diuretik dalam mengurangi risiko kardiovaskular pada diabetes. Demikian pula, ketika ACE inhibitor secara langsung dibandingkan dengan CCB, ACE inhibitor menunjukkan reduksi yang lebih baik pada kardiovaskular. Hasil dari Fosinopril versus Amlodpine Cardiovaskular Events Randomized Trial (FACET) dan pemeriksaan Appropriate Blood pressure Control in Diabetes (ABCD) menunjukkan bahwa ACE inhibitor lebih mencegah kardiovaskular dibandingkan CCB (Saseen dan Carter, 2005a).
(2) Angiotensi II Reseptor Blocker (ARB).
ARB mempunyai kemiripan dengan ACE inhibitor yaitu merupakan obat pilihan pertama dalam pengobatan hipertensi dengan kondisi diabetes (Vijan dan hayward., 2003). ARB lebih disukai sebagai bahan pertama untuk mengontrol hipertensi pada diabetes. Secara farmakologis, ARB akan memberikan neproproteksi pada vasodilasi dalam efferent arteriol dari ginjal selain itu ARB juga meningkatkan sensitifitas insulin. Semua pasien diabetes dan hipertensi seharusnya dirawat dengan resimen antihipertensif yaitu ARB (Saseen dan Carter 2005b). Selain itu Angiotensin II adalah vasokonstriktor dan memacu produksi aldosteron, sehingga menyekat produksinya (ACE inhibitor) atau terikat pada reseptornya (penyekat reseptor A II), menurunkan resistensi vaskular perifer, dengan efek minimal atau tanpa efek terhadap denyut jantung, atau volume cairan tubuh (Gray, dkk., 2006). ARBs digunakan untuk mengurangi progresi pada diabetik nefropati, diabetes tipe 2 dengan protenuria dan kejadiaan penyakit ginjal. ARBs merupakan antihipertensi yang menunjukkan bukti pengurangan kerusakan ginjal pada pasien diabetes tipe 2 dan nepropati. ADA (American Diabetes Association) merekomendasikan ARBs untuk mengurangi nepropati pada pasien hipertensi, diabetes dan protenuria (Saseen dan Carter, 2005b).
Angiotensin II reseptor blocker (ARB) merupakan golongan obat baru ini menunjukkan hasil yang cukup baik dan menjanjikan dalam menurunkan komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Mereka mempunyai efek yang mirip dengan ACE inhibitor meskipun lebih spesifik pada aksinya dan memiliki efek samping yang lebih sedikit. Meskipun penyekat beta, ACE inhibitor dan diuretik pada saat ini lebih sering digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, angiotensin II reseptor blocker nampaknya akan lebih banyak lagi diresepkan di masa datang (Anonim, 2003).
(3) Diuretics
Perubahan metabolisme glukosa merupakan suatu komplikasi yang telah dikenal dari terapi diuretik, tetapi responya bermacam-macam. Pasien diabetes dan menunjukkan toleransi glukosa yang merusak kebanyakan eksagregat glukosa meningkat, tetapi efek ini juga terlihat pada pasien tanpa diabetes. Diabetes tidak dikontraindikasi dengan penggunaan diuretik (Saseen dan Carter, 2005a). Salah satu diuretik yang digunakan  adalah tiazid yang mana tiazid mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol yang menyebabkan efek hipotensif berkelanjutan (Anonim, 2003).
Tiazide type diuretic adalah aman pada diabetes baik digunakan sendir maupun dikombinasikan. Berdasarkan temuan ini, peneliti di ALLHAT (Antihypertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial) terapi yang dimulai dengan kortalidon mengurangi kegagalan pada MI (Myocardial Infarction) untuk terapi yang sama pada penggunaan lisinopril atau amlodipin. Kemungkinan kecenderungan untuk diuretik tipe tiazid adalah memperburuk hiperglikemik, tetapi kecenderungan itu dapat diperkecil dan tidak dapat menimbulkan beberapa kejadian kardiovaskular dibandingkan untuk obatobat golongan lain (Chobanian, dkk., 2004).
Hasil studi ini dalam 5 tahun kemudian, dibandingkan dengan obat lainnya yang digunakan dalam studi ini, diuretik tidak hanya lebih efektif secara signifikan dalam menurunkan tekanan darah, namun juga dalam menurunkan risiko kejadian kardiovaskular (misalnya stroke, angina, gagal jantung). Kategori penghambat alfa dihentikan pada tahun 2000 karena kejadian kardiovaskular dan perawatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan diuretik. Berdasarkan temuan ini, peneliti di ALLHAT (Antihypertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial) menyimpulkan bahwa terapi obat-obatan dengan hipertensi sebaiknya dimulai dengan diuretik (Anonim, 2003). Tetapi Efek hiperglisemik dari diuretik tiazid nampaknya menunjukkan hilangnya potasium paralel. Pasien dengan penurunan konsentrasi serum potasium menunjukkan lebih mengganggu toleransi glukosa, dan suplementasi potasium dapat mencegah tiasida yang memicu hiperglisemia. Mempertahankan konsentrasi potasium serum normal pada pasien yang dirawat dengan terapi diuretik merupakan hal yang penting (Saseen dan Carter, 2005b).
(4) Beta Blocker (â-blocker).
â-blocker mengurangi serangan jantung, perkembangan penyakit ginjal, dan stroke pada pasien diabetes. Obat ini dapat menghambat sekresi insulin dan menyebabkan hiperglisemia, tetapi risiko rendah yang relatif dari efek ini biasanya lebih banyak dari pada reduksi potensial pada hipertensi yang berkaitan dengan komplikasi. Jika glukosa darah meningkat, dosis â-blocker dapat dikurangi atau dapat dilakukan terapi diabetes. Semua dapat dilakukan sehingga dapat menutup gejala hipoglisemia yang berkaitan dengan pelepasan epinefrin (misalnya, palpitasi, gemetar, rasa lapar), tetapi tidak mencegah hipoglisemia yang berhubungan dengan berkeringat. Ketika â-blocker tidak menyebabkan hipoglisemia, maka â-blocker dapat memperburuk hipoglisemia dan mungkin memperlambat proses penyembuhan dari hipoglisemia (Saseen dan Carter, 2005a).
Risiko dari pencegahan dan potensiasi hipoglisemia adalah bukan kontraindikasi yang pasti. Walaupun â-blocker merupakan yang paling baik dihindari dalam insulin bebas diabetes tipe 1, â-blocker dapat digunakan jika bahan lain gagal atau jika penyakit yang terjadi bersamaan muncul maka dibenarkan menggunakan â-blocker. Karena hipoglisemia kurang umum bagi pasien diabetes tipe 2 yang mana tidak membutuhkan insulin, â-blocker mungkin kurang menimbulkan efek merugikan pada populasi ini. Semua pasien diabetes yang menggunakan terapi â-blocker harus diawasi secara hati-hati dengan mengukur kadar glukosa secara teratur dan menargetkan pendidikan pasien mengenai bagaimana tanda dan gejala hipoglisemia berubah. â-blocker non selektif harus dihindari pada pasien diabetes yang dikontrol secara ketat, khususnya yang menerima terapi insulin (Saseen dan Carter, 2005a). (4) CCB ( Calcium Channel Blocker). CCB direkomendasikan sebagai pilihan untuk merawat hipertensi pada pasien diabetes. CCB tidak mempengaruhi sensitivitas insulin atau metabolisme glukosa dan nampak menjadi obat antihipertensif yang ideal untuk pasien diabetes dan hipertensi. Bagamanapun, bukti menunjukkan penurunan kardiovaskula dengan CCB pada pasien diabetes tidak meyakinkan sebagaimana antihipertensif yang lain (diuretik, â-blocker, ACE inhibitor, dan ARB). CCB tidak nampak berbahaya bagi manusia dengan penyakit diabetes, dan reduksi stroke adalah keuntungan yang tebukti. Meskipun demikian, CCB dianggap sebagai bahan kedua setelah diuretik tipe tiasid, â-blocker, inhibitor ACE, dan ARB. Target tekanan darah pada diabetes adalah <130/80 mmHg Karena kebanyakan pasien diabetes membutuhkan tiga atau lebih antihipertensif untuk mencapai tujuan ini, CCB merupakan bahan yang berguna dalam populasi ini, khususnya bila dikombinasikan dengan bahan lain (Saseen dan Carter, 2005a).


http://etd.eprints.ums.ac.id/991/1/K100040132.pdf
Diposkan oleh saridipta di 08:00 0 komentar
Gangguan serebrovaskular terjadi pada 15-20% dari seluruh kematian pada eklampsia. Risiko terjadinya strok hemoragik memiliki hubungan secara langsung dengan derajat peningkatan tekanan darah sistolik dan sedikit berhubungan dengan tekanan darah diastolik. Terapi emergensi pada keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah tersebut masih belum jelas. Sebagian besar peneliti menganjurkan untuk menggunakan anti hipertensi yang poten untuk mengatasi tekanan darah diastolik pada kadar 105-110 mmHg dan tekanan darah sistolik > 160 mmHg, walaupun hal ini belum diuji secara prospektif. Pada wanita yang telah mengalami hipertensi kronik, pembuluh darah otaknya lebih toleran terhadap tekanan darah sistolik yang lebih tinggi tanpa terjadinya kerusakan pada pembuluh darahnya, sedangkan pada orang dewasa dengan tekanan darah yang normal atau rendah mungkin akan menguntungkan jika terapi dimulai pada kadar tekanan darah yang lebih rendah. Peningkatan tekanan darah yang berat dan persisten (>160/110 mmHg) harus diatasi untuk mencegah perdarahan serebrovaskular. Penatalaksanaannya termasuk pemberian hidralazin (5 mg IV, diikuti dengan pemberian 5-10 mg bolus sesuai kebutuhan dalam waktu 20 menit) atau labetalol (10-20 mg IV, diulang setiap 10-20 menit dengan dosis ganda, namun tidak lebih dari 80 mg pada dosis tunggal, dengan dosis kumulatif total 300 mg). Pada keadaan yang tidak menunjukkan perbaikan dengan segera setelah mendapat terapi untuk kejang dan hipertensinya atau mereka yang memiliki kelainan neurologis harus dievaluasi lebih lanjut.

http://digilib.unsri.ac.id/download/KOMPLIKASI%20AKUT%20PADA%20PREEKLAMPSIA.pdf
Diposkan oleh saridipta di 07:02 0 komentar
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia; dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Sebelum diberikan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah pada lanjut usia hendaknya dengan perhatian khusus, mengingat beberapa orang lanjut usia menunjukkan pseudohipertensi (pembacaan spigmomanometer tinggi palsu) akibat kekakuan pembuluh darah yang berat. Khususnya pada perempuan sering ditemukan hipertensi jas putih dan sangat bervariasinya TDS.
a. Sasaran tekanan darah
Pada hipertensi lanjut usia, penurunan TDD hendaknya mempertimbangkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Sasaran yang diajukan pada JNCVI dimana pengendalian tekanan darah (TDS<140 mmHg dan TDD<90mmHg) tampaknya terlalu ketat untuk penderita lanjut usia. Sys-Eur trial merekomendasikan penurunan TDS < 160 mmHg sebagai sasaran intermediet tekanan darah, atau penurunan sebanyak 20 mmHg dari tekanan darah awal.
b. Modifikasi pola hidup
Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita hipertensi lanjut usia, seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki adalah :
menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol. Seperti halnya pada orang yang lebih muda, intervensi nonfarmakologis ini harus dimulai sebelum menggunakan obat-obatan.
c. Terapi farmakologis
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan distribusi obat, karenanya harus dipertimbangkan dalam memberikan obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan. Menurut JNC VI1 pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah diuretic atau penyekat beta. Pada HST, direkomendasikan penggunaan diuretic dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium nikardipin dan diuretic tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat bermanfaat; namun demikian terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan ptlihan terbaik. Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan darah postural (penyekat adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis tinggi) atau obatobatan yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis a 2 sentral) harus diberikan dengan hati-hati.' karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan pemberian lebih dari satu jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi obat antara antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan efek antihipertensi misalnya : obat anti psikotik tcrutama fenotiazin, antidepresan khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin, baklofen dan alkohol. Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang menyebabkan toksisitas adalah: (a) tiazid: teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, lithium risiko toksisitas meningkat, karbamazepin risiko hiponatremia menurun; (b) Penyekat beta: verapamil menyebabkan bradikardia, asistole, hipotensi, gagal jantung; digoksin memperberat bradikardia, obat hipoglikemik oral meningkatkan efek hipoglikemia, menutupi tanda peringatan hipoglikemia.2 Dosis beberapa obat diuretic penyekat beta, penghambat ACE, penyekat kanal kalsium, dan penyakat alfa yang dianjurkan pda penderita hipertensi pada lanjut usia adalah sebagai berikut. Dosis obat-obat diuretic (mg/hari) msialnya: bendrofluazid 1,25-2,5, klortiazid 500-100, klortalidon 25-50,hidroklortiazid 12,5-25, dan indapamid SR 1,5. Dosis obat-oabat penyekat beta yang direkomendasikan adalah: asebutolol 400 mg sekali atau dua kali sehari, atenolol 50 mg sekali sehari, bisoprolol 10-20 mg sekali sehari, celiprolol 200-400 mg sekali sehari, metoprolol 100-2000 mg sekali sehari, oksprenolol 180-120 mg dua kali sehari, dan pindolol 15-45 mg sekali sehari. Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah: kaptopril 6,25-50 mg tiga kali sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari, perindropil 2-8 mg sekali sehari, quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali sehari. Dosis obat-obat penyakat kanal kalsium yang dianjurkan adalah: amlodipin 5-10 mg sekali sehari, diltiazem 200 mg sekai sehari, felodipin 5-20 mg sekali sehari, nikardipin 30 mg dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg sekali sehari, verapamil 120-240 mg dua kali sehari. Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah; doksazosin 1-16 mg sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari.

http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/udejournal/penatalaksanaan%20hipertensi%20pada%20lanjut%20us1a%20(dr%20ra%20tuty%20k).pdf
Diposkan oleh saridipta di 06:57 0 komentar
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi (Hypertension) adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.

Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHG. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan darah normalnya adalah dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu beraktifitas atau berolahraga.

Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan dan pengontrolan secara teratur (rutin), maka hal ini dapat membawa si penderita kedalam kasus-kasus serius bahkan bisa menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit hypertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung (
Heart attack).

Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi, diantaranya Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary :
·  Hipertensi Primary
Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.
·  Hipertensi Secondary
Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau
kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal atau gemuk (gendut).

Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam istilah kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang menderita hipertensi. Kondisi Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang ataupun tergolang parah/berbahaya, Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi bisa mengalami Preeclampsia dimasa kehamilannya itu.

Preeclampsia adalah kondisi seorang wanita hamil yang mengalami hipertensi, sehingga merasakan keluhan seperti pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut, muka yang membengkak, kurang nafsu makan, mual bahkan muntah. Apabila terjadi kekejangan sebagai dampak hipertensi maka disebut Eclamsia.


1. Penyebab Hipertensi
Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi. Stop menjadi
alcoholic!

2. Penanganan dan Pengobatan Hipertensi
a. Diet Penyakit Darah Tinggi (Hipertensi)
  • Kandungan garam (Sodium/Natrium)
Seseorang yang mengidap penyakit darah tinggi sebaiknya mengontrol diri dalam mengkonsumsi asin-asinan garam, ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk pengontrolan diet sodium/natrium ini ; - Jangan meletakkan garam diatas meja makan - Pilih jumlah kandungan sodium rendah saat membeli makan - Batasi konsumsi daging dan keju - Hindari cemilan yang asin-asin - Kurangi pemakaian saos yang umumnya memiliki kandungan sodium
  • Kandungan Potasium/Kalium
Suplements potasium 2-4 gram perhari dapat membantu penurunan tekanan darah, Potasium umumnya bayak didapati pada beberapa buah-buahan dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium dan baik untuk di konsumsi penderita tekanan darah tinggi antara lain semangka, alpukat, melon, buah pare, labu siam, bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain itu, makanan yang mengandung unsur omega-3 sagat dikenal efektif dalam membantu penurunan tekanan darah (hipertensi). Pengobatan hipertensi biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat; - Diuretic {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)}. Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine. Tetapi karena potasium berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan. - Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}. Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah. - Calcium channel blockers {Norvasc (amlopidine), Angiotensinconverting enzyme (ACE)}. Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi atau Hipertensi melalui proses rileksasi pembuluh darah yang juga memperlebar pembuluh darah.
http://www.infopenyakit.com/2008/01/penyakit-darah-tinggi-hipertensi.html

Diposkan oleh saridipta di 06:36 0 komentar
Senin, 21 Desember 2009
Jambu biji (Guava, psidium guajava linn) berasal dari Amerika Tengah. Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Umumnya ditanam di pekarangan dan di ladang-ladang. Pohon jambu biji merupakan tanaman perdu yang banyak bercabang, tingginya dapat mencapai 12 m. Besarnya buah bervariasi dari yang yang berdiameter 2,5 cm sampai dengan lebih dari 10 cm.
Jambu yang digemari oleh masyarakat umumnya yang berdaging lunak dan tebal, rasanya manis, berbiji sedikit dan buahnya berukuran besar. Beberapa jenis jambu biji yang diunggulkan antara lain jambu Pasar Minggu, Jambu Bangkok, jambu Palembang, jambu sukun, jambu apel, jambu sari, jambu merah dan jambu merah getas.
Diantara berbagai jenis buah, jambu biji mengandung vitamin C yang paling tinggi dan cukup mengandung vitamin A. Dibanding buah-buahan lainnya seperti jeruk manis yang mempunyai kandungan vitamin C 49 mg/100 gram bahan, kandungan vitamin C jambu biji 2 kali lipat. Vitamin C ini sangat baik sebagai zat antioksidan. Sebagian besar vitamin C jambu biji terkonsentrasi pada kulit dan daging bagian luarnya yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C jambu biji mencapai puncaknya menjelang matang. Selain pemasok andal vitamin C, jambu biji juga kaya serat, khususnya pectin (serat larut air), yang dapat digunakan untuk bahan pembuat gel atau jeli. Manfaat pectin lainnya adalah untuk menurunkan kolesterol yaitu mengikat kolesterol dan asam empedu dalam tubuh dan membantu pengeluarannya. Penelitian yang dilakukan Singh Medical Hospital and Research center Morrabad, India menunjukkan jambu biji dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah serta tekanan darah penderita hipertensi essensial.